Minggu, 17 Mei 2009

Agupena Cabang Purworejo


 


 

Berita Acara Rapat Pembentukan Pengurus AGUPENA Cabang Purworejo

Nomor : 05/AGP-C/Pwr/V/2009

Berdasarkan Surat Tugas dari Ketua Agupena Jawa Tengah Nomor : 00031/ST/AGP-Jateng/IV/2009 tertanggal 22 April 2009, maka :

Pada hari ini Senin tanggal 4 bulan Mei tahun duaribu sembilan pukul 13.00 WIB, bertempat di SMA Negeri 5 Purworejo telah diadakan rapat terbatas pembentukan pengurus AGUPENA Cabang Purworejo yang dipimpin langsung oleh Divisi Kerjasama Lembaga Agupena Jawa Tengah dan dihadiri oleh perwakilan Guru SMA, SMK, SMP, SD, TK, PT, dan unsur media massa Kabupaten Purworejo.

Adapun Draft Kepengurusan Agupena Cabang Purworejo terbentuk dengan revisi sebagai berikut:

I. Pelindung/Penasihat     : 1. Drs. Bambang Aryawan, M.M. (Kepala Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Purworejo)

2. Drs. Akhmad Kasinu, M.Pd. (Kasi Dikdas - Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo)

II. Konsultan/Penyangga     : 1. Nikmah Nurbaity, M.Pd. (Kepala SMA Negeri 5 Purworejo)

2. Drs. Sunaryo, M.Pd. (Pengawas Sekolah - Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo)

III. Pengurus Harian         :

1. Ketua          : Drs. Dul Rochim (Guru SMK YPP Purworejo)

2. Wakil Ketua     : Drs. Ustadji Panca Wibiyarsa (Guru SMP N 23 Purworejo)

3. Sekretaris          : Riyadi, S.Pd. (Guru SMP N 15 Purworejo)

4. Wakil Sekretaris     : Drs. Martoyo (Guru SMA N 2 Purworejo)

5. Bendahara          : Sri Sujarotun, M.Pd. (Kepala SMA N 3 Purworejo)

6. Wakil Bendahara     : Dra. Fitarini (Guru SMA N 7 Purworejo)

7. Divisi Pembinaan Karya Ilmiah (Nonfiksi) :

         7.1 Budi Hartono, S.Pd., M.M. (Guru SMP N 30 Purworejo)

         7.2 Drs. Sudiharto (Penilik TK/SD/SDLB UPT Dispendikbud Kec. Bruno Purworejo)

8. Divisi Pembinaan Karya Sastra (Fiksi) :

         8.1 Junaedi Setiono, M.Pd. (Dosen UMP Purworejo)

         8.2 Supardi, A.Ma. (Guru SD N Puspo, Kec. Bruno, Purworejo)

Adapun event kegiatan, acara pelantikan, dan program kerja masih dalam proses penyusunan.

Demikian hasil rapat persiapan AGUPENA Cabang Purworejo ini dikirimkan sebagai laporan.

Kepada segenap pihak yang berpartisipasi disampaikan terima kasih.

        Purworejo, 4 Mei 2009

Pimpinan Rapat :         Notulis:

    

NIKMAH NURBAITY, M.Pd.                 RIYADI, S.Pd.

    HP : 081.327.008.618                        HP : 081.225.001.336

    E-mail : baity1968@yahoo.com                riyadi_purworejo@yahoo.co.id

link : lpmpjateng.go.id

View berita LPMP

Seminar Nasional Penulisan Buku Dan Karya Ilmiah Dan Lomba Penulisan Artikel Bagi Guru Se-jawa Tengah Tema: “ Membudayakan Menulis di Kalangan Guru"
Date : 16/05/2009
SEMINAR NASIONAL PENULISAN BUKU DAN KARYA ILMIAH DAN LOMBA PENULISAN ARTIKELBAGI GURU SE-JAWA TENGAHTema:“ MEMBUDAYAKAN MENULIS DI KALANGAN GURU”di LPMP Jawa Tengah (Jl. Kyai Maja, Srondol Semarang )Jawa TengahKamis, 25 Juni 2009HOME PAGE: www.agupenajateng.netASOSIASI GURU PENULIS SELURUH INDONESIAWILAYAH PROVINSI JAWA TENGAHSekretariat Panitia:Jl. Diponegoro PO. Box 107 Demak-Jawa TengahCP. 085225107979, 08170600305, 085725502721E-mail: agupena64@gmail.comLATAR BELAKANGKemampuan menulis merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dengan menulis, seorang guru dapat mengembangkan kemampuan berpikir dinamis, kreatif, dan kemampuan menganalisis serta kemampuan meningkatkan kualitas pembelajaran.Namun kemampuan ini jarang ditingkatkan. Tak heran, jika masih tetap melekat stigma pada sebagian besar guru “Menulis itu sulit dan saya tidak bisa“. Hal ini perlu dicari solusinya agar kualitas pendidikan kita meningkat. Ibarat kita sedang sakit, kita perlu mencari penyebab sakit kita.Seminar Nasional “Penulisan Buku dan Karya Ilmiah” dan Lomba Penulisan Artikel bagi Guru se-Jawa Tengah dengan tema “Membudayakan Menulis di Kalangan Guru”, yang digagas oleh Asosiasi Guru Penulis Seluruh Indonesia (AGUPENA) Wilayah Provinsi Jawa Tengah berupaya mencari solusi sekaligus menjadi kontributor untuk meningkatkan kesadaran guru akan pentingnya budaya menulis.TUJUAN1. Menambah informasi dan wawasan dalam hal penulisan buku dan karya ilmiah.2. Memberikan semangat dan motivasi baru bagi guru untuk meningkatkan kompetensinya dalam bidang tulis-menulis. SEMINAR NASIONAL PENULISAN BUKU DAN KARYA ILMIAHPEMBICARA1. H. Ahmad Tohari (Budayawan dan Penulis Internasional, Pembina Agupena Jawa Tengah)2. Dr. Mulyadi HP, M.Pd. (Ketua Asosiasi Widyaiswara Indonesia dan Tim Penilai Karya Ilmiah, Pembina Agupena Jawa Tengah)PESERTAGuru PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK untuk semua guru mata pelajaran.WAKTU & TEMPATKamis, 25 Juni 2009, 08.00 – 14.00 WIBdi LPMP Jawa Tengah, Jl. Kyai Maja, Srondol, Semarang Jawa Tengah
BIAYA PENDAFTARANBiaya pendaftaran sebesar Rp. 75.000,- sudah termasuk snack, makan siang, paper, dll.WAKTU DAN TEMPAT PENDAFTARANPendaftaran paling lambat tanggal 20 Juni 2009. Pendaftaran dapat dilakukan dengan cara:a. Melalui telepon dengan urutan:Mentransfer biaya pendaftaran melalui BNI Capem UNS a.n. Johan Wahyudi No. Rek. 0167919194Menginformasikan SEGERA setelah melakukan transfer uang biaya pendaftaran melalui telepon (bukan SMS) ke Johan Wahyudi (08562517895, 02712015778)b. Melalui koordinator wilayah masing-masing:1. BanyumasDra. Hj. Endar Yuniarti, M.Hum. (HP. 081327014301 SMKN 3 Purwokerto)Drs. Heri Suritno HP. 081327227205 (SDN Siwarak Wetan Tambak Banyumas)2. PurbalinggaTeguh Trianton, S.Pd HP. 08056987444 (SMK Widya Manggala Purbalingga)3. BrebesSadimin, S.Pd., S.Ip., S.Ipem. HP. 081329682084 (SMAN 3 Brebes)4. PemalangDrs. Samsudin HP. 081328015877 (SMPN 3 Pulosari, Pemalang)5. PekalonganZulmasri, S.S. HP. 085642638639 (SMPN 2 Talun Pekalongan)6. BatangAsim, S.Pd. HP. 081327119947 (SD Kambangan 2 Blado Batang)7. KendalDrs. Sawali Tuhusetya, M.Pd. HP. 0822895208 (SMPN 2 Pegandon Kendal)8. SemarangDrs. Edi Marwanda HP. 081325360220 (SMKN 7 (STM Pembangunan Semarang)Diyarko, S.Pd HP. 081325952303 (SMKN 11 Semarang)Hery Nugroho, S.Pd.I HP. 081325360001 (SMPN 7 Semarang)9. PurworejoNikmah Nurbaity, M.Pd HP. 081327008618 (SMAN 11 Purworejo)10. MagelangNok Mujianti, S.Pd HP. 08562969327 (SMPN 11 Magelang)11. DemakZaenal Abidin, S.Pd., M.Si. HP. 085225107979 (MAN Demak)12. SukoharjoBudi Harjo, S.Pd., M.Pd HP. 081393116610 (SMP Islam Al-Azhar 21 Sukoharjo)13. SurakartaYuni Susilowati, S.Pd. HP. 085725502721 (UNS Surakarta)Pris Priyanto, S.Kom., M.Kom HP. 081329222741 (SMA Batik 1 Surakarta)14. WonosoboHaryati, S.Ag HP. 085292387183 (MAN Mendolo Wonosobo)15. WonogiriWitono, S.Pd HP. 085229930721 (SMPN 1 Purwantoro Wonogiri)16. CilacapRr. Septriwi Antarsari, S.Pd. HP. 0817259310 (Al-Azhar 16 Play Group Kindergarten Islamic School Cilacap)17. SragenJohan Wahyudi, S.Pd. HP. 08562517895 (SMPN 2 Kalijambe Sragen)18. BloraAndreas Sutrasno, S.Pd HP. 08122816169 (SMPN 5 Blora)19. PatiIzzul Hasanah 085640890783 (SMK Tunas Harapan Pati)20. RembangTri Budiyono, S.Pd. HP 081390072998 (SMPN 1 Pamotan Rembang)21. KlatenDrs. Zulkarnaen SL HP. 081329030243 (SMAN 1 Jatinom Klaten)22. KebumenMartiyono, S.Pd HP. 085726596325 (SMP 4 Kebumen)23. BanjarnegaraDrs. Widi Purwanto HP. 081327451828 (SMPN 3 Punggelan Banjarnegara)24. TemanggungParjuni, S.Pd HP. 08122778766 (SMPN 6 Temanggung)25. GroboganWahono, M.Pd. HP 08112706671 (SMPN 1 Tanggungharjo, Grobogan)LOMBA PENULISAN ARTIKEL BAGI GURU SE-JAWA TENGAHPESERTA1. Guru PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK untuk semua guru mata pelajaran.2. Peserta BUKAN pengurus AGUPENA Jawa Tengah.3. Peserta lomba harus menjadi peserta Seminar Nasional ”Penulisan Buku dan Karya ilmiah” tersebut.PENYERAHAN ARTIKEL1. Artikel dikirimkan secara langsung ke koordinator wilayah masing-masing atau melalui e-mail ke agupena64@gmail.com2. Batas akhir penyerahan artikel 15 Juni 20093. Pengumuman 3 (tiga) artikel terbaik 25 Juni 2009ATURAN PENULISAN1. Artikel yang diserahkan merupakan hasil karya perorangan, bukan hasil duplikasi karya orang lain2. Artikel belum pernah dipublikasikan.3. Artikel yang dibuat harus merujuk sekurang-kurangnya 2 (dua) referensi utama.4. Format penulisan artikel lengkap (minimal 5 halaman, ukuran kertas A4, dengan huruf Times New Roman ukuran 10 point, 1.5 spasi).5. Tema : MEMBUDAYAKAN MENULIS DI KALANGAN GURUPENGHARGAAN/APRESIASIPemenang akan mendapatkan hadiah masing-masing :Juara I : Rp. 1.000.000 + PiagamJuara II : Rp. 750.000 + PiagamJuara III : Rp. 500.000 + PiagamSeluruh peserta Lomba Penulisan Artikel yang tidak menjadi juara akan mendapat Surat Keterangan (Partisipasi Peserta) dari Ketua Umum Agupena Jawa TengahLAIN-LAIN1. Artikel yang masuk menjadi hak panitia dan akan diterbitkan di Web Agupena Jawa Tengah (http://agupenajateng.net) atau Majalah Agupena Jawa Tengah2. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.3. Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi panitia Lomba Penulisan Artikel melalui HP. 08170600305, 085225107979, 085725502721

Sabtu, 16 Mei 2009

Copy link : MGMP Bahasa Indonesia SMP

SEMINAR NASIONAL PENULISAN BUKU DAN KARYA ILMIAH
Sunday, 26 April 2009 (11:41) 335 views 0 komentar
SEMINAR NASIONAL PENULISAN BUKU DAN KARYA ILMIAH DAN LOMBA PENULISAN ARTIKELBAGI GURU SE-JAWA TENGAH
Tema:“ MEMBUDAYAKAN MENULIS DI KALANGAN GURU”
di SMKN 7 (STM Pembangunan)Semarang Jawa Tengah(Jl. Simpang Lima 50241 Semarang)
Kamis, 25 Juni 2009
HOME PAGE: www.agupenajateng.net
ASOSIASI GURU PENULIS SELURUH INDONESIAWILAYAH PROVINSI JAWA TENGAHSekretariat Panitia:Jl. Diponegoro PO. Box 107 Demak-Jawa TengahCP. 085225107979, 08170600305, 085725502721E-mail: agupena64@gmail.com
LATAR BELAKANGKemampuan menulis merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dengan menulis, seorang guru dapat mengembangkan kemampuan berpikir dinamis, kreatif, dan kemampuan menganalisis serta kemampuan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Namun kemampuan ini jarang ditingkatkan. Tak heran, jika masih tetap melekat stigma pada sebagian besar guru “Menulis itu sulit dan saya tidak bisa“. Hal ini perlu dicari solusinya agar kualitas pendidikan kita meningkat. Ibarat kita sedang sakit, kita perlu mencari penyebab sakit kita.
Seminar Nasional “Penulisan Buku dan Karya Ilmiah” dan Lomba Penulisan Artikel bagi Guru se-Jawa Tengah dengan tema “Membudayakan Menulis di Kalangan Guru”, yang digagas oleh Asosiasi Guru Penulis Seluruh Indonesia (AGUPENA) Wilayah Provinsi Jawa Tengah berupaya mencari solusi sekaligus menjadi kontributor untuk meningkatkan kesadaran guru akan pentingnya budaya menulis.
TUJUAN1. Menambah informasi dan wawasan dalam hal penulisan buku dan karya ilmiah.2. Memberikan semangat dan motivasi baru bagi guru untuk meningkatkan kompetensinya dalam bidang tulis-menulis.
SEMINAR NASIONAL PENULISAN BUKU DAN KARYA ILMIAH
PEMBICARA1. H. Ahmad Tohari (Budayawan dan Penulis Internasional, Pembina Agupena Jawa Tengah)2. Dr. Mulyadi HP, M.Pd. (Ketua Asosiasi Widyaiswara Indonesia dan Tim Penilai Karya Ilmiah, Pembina Agupena Jawa Tengah)
PESERTAGuru PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK untuk semua guru mata pelajaran.
WAKTU & TEMPATKamis, 25 Juni 2009, 08.00 – 14.00 WIBdi SMKN 7 (STM Pembangunan) Semarang, Jl. Simpang Lima Semarang
BIAYA PENDAFTARANBiaya pendaftaran sebesar Rp. 75.000,- sudah termasuk snack, makan siang, paper, dll.WAKTU DAN TEMPAT PENDAFTARAN
Pendaftaran paling lambat tanggal 20 Juni 2009. Pendaftaran dapat dilakukan dengan cara:a. Melalui telepon dengan urutan:Mentransfer biaya pendaftaran melalui BNI Capem UNS a.n. Johan Wahyudi No. Rek. 0167919194Menginformasikan SEGERA setelah melakukan transfer uang biaya pendaftaran melalui telepon (bukan SMS) ke Johan Wahyudi (08562517895, 02712015778)b. Melalui koordinator wilayah masing-masing:
1. BanyumasDra. Hj. Endar Yuniarti, M.Hum. (HP. 081327014301 SMKN 3 Purwokerto)Drs. Heri Suritno HP. 081327227205 (SDN Siwarak Wetan Tambak Banyumas)
2. PurbalinggaTeguh Trianton, S.Pd HP. 08056987444 (SMK Widya Manggala Purbalingga)
3. BrebesSadimin, S.Pd., S.Ip., S.Ipem. HP. 081329682084 (SMAN 3 Brebes)4. PemalangDrs. Samsudin HP. 081328015877 (SMPN 3 Pulosari, Pemalang)
5. PekalonganZulmasri, S.S. HP. 085642638639 (SMPN 2 Talun Pekalongan)
6. BatangAsim, S.Pd. HP. 081327119947 (SD Kambangan 2 Blado Batang)
7. KendalDrs. Sawali Tuhusetya, M.Pd. HP. 0822895208 (SMPN 2 Pegandon Kendal)
8. SemarangDrs. Edi Marwanda HP. 081325360220 (SMKN 7 (STM Pembangunan Semarang)Diyarko, S.Pd HP. 081325952303 (SMKN 11 Semarang)Hery Nugroho, S.Pd.I HP. 081325360001 (SMPN 7 Semarang)
9. PurworejoNikmah Nurbaity, M.Pd HP. 081327008618 (SMAN 11 Purworejo)
10. MagelangNok Mujianti, S.Pd HP. 08562969327 (SMPN 11 Magelang)
11. DemakZaenal Abidin, S.Pd., M.Si. HP. 085225107979 (MAN Demak)
12. SukoharjoBudi Harjo, S.Pd., M.Pd HP. 081393116610 (SMP Islam Al-Azhar 21 Sukoharjo)
13. SurakartaYuni Susilowati, S.Pd. HP. 085725502721 (UNS Surakarta)Pris Priyanto, S.Kom., M.Kom HP. 081329222741 (SMA Batik 1 Surakarta)
14. WonosoboHaryati, S.Ag HP. 085292387183 (MAN Mendolo Wonosobo)
15. WonogiriWitono, S.Pd HP. 085229930721 (SMPN 1 Purwantoro Wonogiri)
16. CilacapRr. Septriwi Antarsari, S.Pd. HP. 0817259310 (Al-Azhar 16 Play Group Kindergarten Islamic School Cilacap)
17. SragenJohan Wahyudi, S.Pd. HP. 08562517895 (SMPN 2 Kalijambe Sragen)
18. BloraAndreas Sutrasno, S.Pd HP. 08122816169 (SMPN 5 Blora)
19. PatiIzzul Hasanah 085640890783 (SMK Tunas Harapan Pati)
20. RembangTri Budiyono, S.Pd. HP 081390072998 (SMPN 1 Pamotan Rembang)
21. KlatenDrs. Zulkarnaen SL HP. 081329030243 (SMAN 1 Jatinom Klaten)
22. KebumenMartiyono, S.Pd HP. 085726596325 (SMP 4 Kebumen)
23. BanjarnegaraDrs. Widi Purwanto HP. 081327451828 (SMPN 3 Punggelan Banjarnegara)
24. TemanggungParjuni, S.Pd HP. 08122778766 (SMPN 6 Temanggung)
25. GroboganWahono, M.Pd. HP 08112706671 (SMPN 1 Tanggungharjo, Grobogan)
LOMBA PENULISAN ARTIKEL BAGI GURU SE-JAWA TENGAH
PESERTA1. Guru PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK untuk semua guru mata pelajaran.2. Peserta BUKAN pengurus AGUPENA Jawa Tengah.3. Peserta lomba harus menjadi peserta Seminar Nasional ”Penulisan Buku dan Karya ilmiah” tersebut.
PENYERAHAN ARTIKEL1. Artikel dikirimkan secara langsung ke koordinator wilayah masing-masing atau melalui e-mail ke agupena64@gmail.com2. Batas akhir penyerahan artikel 15 Juni 20093. Pengumuman 3 (tiga) artikel terbaik 25 Juni 2009ATURAN PENULISAN1. Artikel yang diserahkan merupakan hasil karya perorangan, bukan hasil duplikasi karya orang lain2. Artikel belum pernah dipublikasikan.3. Artikel yang dibuat harus merujuk sekurang-kurangnya 2 (dua) referensi utama.4. Format penulisan artikel lengkap (minimal 5 halaman, ukuran kertas A4, dengan huruf Times New Roman ukuran 10 point, 1.5 spasi).5. Tema : MEMBUDAYAKAN MENULIS DI KALANGAN GURUPENGHARGAAN/APRESIASIPemenang akan mendapatkan hadiah masing-masing :Juara I : Rp. 1.000.000 + PiagamJuara II : Rp. 750.000 + PiagamJuara III : Rp. 500.000 + Piagam
Seluruh peserta Lomba Penulisan Artikel yang tidak menjadi juara akan mendapat Surat Keterangan (Partisipasi Peserta) dari Ketua Umum Agupena Jawa TengahLAIN-LAIN1. Artikel yang masuk menjadi hak panitia dan akan diterbitkan di Web Agupena Jawa Tengah (http://agupenajateng.net) atau Majalah Agupena Jawa Tengah2. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.3. Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi panitia Lomba Penulisan Artikel melalui HP. 08170600305, 085225107979, 085725502721
Share and Enjoy:





posting dari e-mail Sawali64@gmail.com

kategori Arsip : Kiriman dari MGMP Bahasa Indonesia SMP Kab. Kendal
untuk Agupena Cabang Purworejo
MGMP BAHASA INDONESIA SMP
DI BAWAH JEMARI HUJAN
Posted: 15 May 2009 10:22 AM PDT
Oleh Kak Sardono Syarief
Hujan masih saja turun dengan deras. Di mana-mana tampak basah. Semua orang gelisah menanti hujan reda. Sejauh itu, beberapa anak lelaki belasan tahun saling lari menyerbu calon penumpang bus yang basah diguyur hujan.
“Ngojek payung, Pak?”tawar Nano kepada seorang Bapak berkumis tipis yang sedang berteduh di sudut terminal.Bapak yang ditawari mengangguk.
“Berapa, Dik?”tanyanya ramah.
“Murah, Pak. Cuma seribu rupiah,”jawab Nano sopan.
“Oh, ya? Sini, Dik!”
“Ke mana, Pak?”Nano mendekat. Tubuh anak itu tampak menggigil kedinginan.
“Ke jalur bus jurusan Bandung,”Bapak yang berkemeja putih tadi menjawab sembari tersenyum.
“Oh,ya! Mari, Pak!” Nano mengulurkan setangkai payungnya kepada Bapak tadi.
“Terima kasih, Dik,”sahut Bapak setengah baya tadi sambil menerima payung dari tangan Nano.
Selang sesaat, dengan berpayung milik Nano, Bapak yang bertubuh agak gendut tadi melangkah menuju bus jurusan Bandung. Sementara itu Nano jalan mengiringi Bapak tadi dengan berhujan-hujanan.
Siapa sih Nano itu?
Nano adalah salah seorang anak lelaki di antara sekian anak pengojek payung di terminal bus induk Cirebon. Ia bertubuh sedang, berkulit sawo matang, dan berambut lurus. Nano merupakan anak tunggal Mak Darniyah yang kini sudah lama hidup menjanda. Adapun Pak Surip, ayah Nano, sudah meninggal sejak anak itu baru berumur dua tahun.
“Ini payungnya, Dik!” begitu tiba di salah satu bus jurusan Bandung, Bapak yang diantar tadi mengulurkan payungnya kepada Nano. “Ini uang sewanya!” selembar uang lima ribuan berpindah ke tangan Nano.
“Terima kasih, Pak,”Nano menerima uang tersebut dengan senang hati. “Ini kembaliannya,Pak!”anak itu mengulurkan kelebihan uang kepada Bapak yang berpenampilan rapi tadi.
“Tak usah! Untuk kamu saja!”kata Bapak tadi dengan tulus.
“Pak……..!”seru Nano tak habis mengerti. Mulut anak itu sedikit menganga.
“Sudah ambil saja untuk kamu! Bapak ikhlas kok,”kata Bapak tadi seraya tersenyum.
“Tapi, Pak….?”
“Sudah ambil saja!”potong Bapak tadi mantap.
“Kalau begitu, terima kasih sekali, Pak.”ucap Nano dengan hati berbunga-bunga.
Bapak tadi mengangguk. seraya meninggalkan Nano. Lalu masuk ke dalam bus.Usai itu, Nano pun melangkah menuju tempat temannya berkumpul, di teras depan terminal. Namun sebelum anak itu tiba pada tempat tujuan, tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggilnya.
“Hai, Pengojek payung!”
Nano berpaling ke arah sumber suara. Pandangan anak itu menangkap seorang Ibu muda dari sudut terminal melambai-lambaikan tangan kepadanya.
“Sini!”seru Ibu muda tadi kepada Nano. Melihat itu, Nano segera mendekat.
“Saya,Bu?”
“Iya,”balas Ibu tadi ramah. “Tolong Ibu antarkan, ya!”pinta Ibu tadi penuh harap.
“Ke mana, Bu?”
“Ke bus jurusan Pekalongan, ”sahut Ibu muda tadi sambil tersenyum.
“Mari, Bu!”
“Berapa sewa payungnya, Dik?”tanya Ibu tadi sebelum melangkah.
“Murah, Bu. Cuma seribu rupiah saja, kok,”jawab anak kelas 5 SD tadi seraya tersenyum.
“Wah, kok mahal amat, Dik! Apa tak bisa kurang ?”
Nano menggeleng,“Ini tarif umum, Bu. Semua teman juga sekian.”
“Untuk Ibu apa tidak bisa ditawar?”
“Mau Ibu berapa?”
“Kurangi lima ratus, ya?”
Nano diam sejenak untuk mengolah pikir. Tak lebih setengah menit dari itu, dia pun berkata,”Ya sudah, Bu. Ini payungnya!”
“Bagaimana? Bisa?”tanya Ibu muda tadi seraya memperhatikan sikap Nano. Anak yang ditanya mengangguk Setuju.
“Terima kasih! Mana payungnya?”pinta Ibu muda tadi.
“Ini, Bu!”Nano segera mengulurkan setangkai payungnya kepada Ibu muda tadi.
Tak lama dari itu, melangkahlah Ibu muda tadi dengan diiringi Nano. Seperti biasa, setiap kali mengantar penyewa payung, Nano lebih suka pilih jalan di samping orang yang diantar. Pikir anak itu, lebih baik dirinya yang basah kuyup diguyur hujan daripada orang yang menyewa payungnya ikut basah. Bukankah setangkai payung bila digunakan untuk berdua, bisa berakibat basah pada pundak masing-masing orang yang membawanya? Sejurus kemudian, Ibu muda tadi telah sampai pada tempat tujuan. Yaitu di jalur bus jurusan Pekalongan, Jawa Tengah.
“Ini.Dik ! Terima kasih, ya…?”selembar uang lima ribuan segera berpindah ke tangan Nano.
“Terima kasih, Bu. Ini kembalinya!”sahut Nano. Anak lelaki itu segera mengulurkan uang kembaliannya.
”Tak usah. Kembaliannya untuk kamu!” seraya tersenyum, wanita berparas cantik tadi berkata.
“Lho, Bu! Sisanya kan masih banyak? ”
“Ya. Ambillah untuk kamu!”
Nano melongo. Heran bercampur senang. Sama sekali dia tak pernah menyangka kalau siang itu akan datang dua kali rezeki nomplok kepadanya.
“Bu…….!”mulut Nano menganga.
Ibu muda tadi tetap tak mau menerima uang kembaliannya. Bahkan segera berlalu dari Nano.Dari pengalaman tersebut, Nano sangat bersyukur kepada sang Pencipta.“Tuhan! Terima kasih atas kemurahanMu !”kedua tangan anak itu tengadah tinggi-tinggi ke langit. ***
Kak Sardono SyariefE-mail: sardonosyarief@yahoo.co.id
Kurikulum Pendidikan dan Antikorupsi
Posted: 15 May 2009 09:58 AM PDT
Indonesia “Republik Korupsi”? Ya, idiom itu memang bisa menjadi sebuah stigma yang amat tidak nyaman bagi warga bangsa yang masih memiliki nurani. Namun, cobalah raba dan rasakan denyutnya! Betapa proses anomali sosial bernama korupsi itu sudah demikian deras mengalir di berbagai lini dan lapis kehidupan, mulai pusat hingga daerah. Sekat-sekat kehidupan di negeri ini (nyaris) tidak lagi menyisakan spase yang nyaman untuk tidak berbuat korup.
Terakhir, sejumlah LSM, seperti Brigade Pemburu Koruptor (BPK), Koalisi Anti Utang (KAU), dan Center for Local Government Reform (Celgor), mengungkap adanya dugaan aliran dana BI sebesar Rp2,6 miliar dan US$145.895 kepada anggota parlemen. Bentuknya bisa macam-macam; bantuan partisipasi, bantuan perjalanan, bantuan hubungan baik, bantuan pengobatan kesehatan, bantuan kehiatan, bantuan apresiasi dan representasi, bantuan pembahasan RUU, bantuan Badan Kelengkapan dan Komisi XI, atau bantuan stake holder eksternal.
Menggunakan dana BI konon bukan kali ini saja dilakukan anggota parlemen yang terhormat itu. Sebelumnya, juga ada skandal aliran dana BI jilid I. Saat itu, miliaran rupiah dana BI mengalir ke kantong-kantong anggota dewan untuk memuluskan proses UU BI pada periode 1999-2003. Belum lagi ceceran cek di kalangan anggota dewan dalam proses legislasi beberapa waktu lalu yang menghebohkan. Kasus korupsi di DPR memang rumit. Dia terasa, tapi sulit dibuktikan. Dia tercium, tapi secepat kilat bisa diendapkan. Berbagai kekebalan yang dimiliki anggota dewan, turut menenggelamkannya. (Silakan baca di sini!)
Namun, Badan Kehormatan DPR (BK DPR) kebakaran jenggot ketika Slank dengan gaya khasnya, slengekan dan kritis, menyindirnya lewat lirik “Gosip Jalanan”. Tegang dan merasa benar-benar dihinakan. Ketegangan bapak-bapak yang terhormat itu baru mereda setelah terbetik berita bahwa salah seorang anggota Komisi IV DPR RI diciduk oleh KPK. Wakil rakyat itu diduga terlibat dalam tindak pidana suap senilai Rp3 miliar untuk memuluskan pengalihan hutan lindung menjadi hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). (Silakan baca di sini!) Sungguh, keterlaluan!
Kita jadi benar-benar cemas dan prihatin. Kenapa para wakil rakyat yang terhormat yang seharusnya menjadi pioner dan teladan dalam menginternalisasi dan menerapkan nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi, justru malah menjadi biang kebobrokan dan berbagai perilaku korup lainnya. Bukankah mereka yang telah dengan suntuk membuat undang-undang? Mengapa mereka justru tidak segan-segan untuk meludahi produk undang-undang yang telah mereka buat? Apakah memang mereka sedang melakukan “balas dendam” terhadap modal material dan sosial yang telah mereka keluarkan untuk menggapai kursi Senayan? Kalau itu memang benar, pemilu yang selama ini kita laksanakan tak lebih hanya sekadar melahirkan “anak-anak durhaka” yang bisa membunuh ibu pertiwi sebagai “ibu kandung”-nya.
Kita pun jadi makin prihatin dan cemas, adakah pengusutan dapat dilakukan dengan tuntas dan adil? Cukup tersediakah aparat penegak hukum yang bersih untuk mengusutnya dengan adil, tepat, dan benar? Dan sampai kapan akan selesai?
Negeri kita telah lama dikenal sebagai negeri yang kaya. Namun, pemerintahnya banyak utang dan rakyatnya pun terlilit dalam kemiskinan permanen. Sejak zaman pemerintahan kerajaan, kemudian zaman penjajahan, dan hingga zaman modern dalam pemerintahan NKRI dewasa ini, kehidupan rakyatnya tetap saja miskin. Akibatnya, kemiskinan yang berkepanjangan telah menderanya bertubi-tubi sehingga menumpulkan kecerdasan dan masuk terjerembab dalam kurungan keyakinan mistik, fatalisme, dan selalu ingin mencari jalan pintas.
Kepercayaan terhadap pentingnya kerja keras, kejujuran, dan kepandaian semakin memudar karena kenyataan dalam kehidupan masyarakat menunjukkan yang sebaliknya. Banyak mereka yang kerja keras, jujur dan pandai, tetapi ternyata bernasib buruk hanya karena mereka datang dari kelompok yang tak beruntung, seperti para petani, kaum buruh, dan guru. Sementara itu, banyak yang dengan mudahnya mendapatkan kekayaan hanya karena mereka datang dari kelompok elite atau berhubungan dekat dengan para pejabat, penguasa, dan para tokoh masyarakat.
Akibatnya, kepercayaan rakyat terhadap rasionalitas intelektual menurun karena hanya dipakai para elite untuk membodohi kehidupan mereka saja. Sebaliknya, mereka lebih percaya adanya peruntungan yang digerakkan oleh nasib sehingga perdukunan dan perjudian dalam berbagai bentuknya semakin marak di mana-mana. Mereka memuja dan selalu mencari jalan pintas untuk mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat, baik kekuasaan maupun kekayaan. Korupsi lalu menjadi budaya jalan pintas dan masyarakat pun menganggap wajar memperoleh kekayaan dengan mudah dan cepat.
Sungguh demikian parahkah perilaku korup di sebuah negeri yang pernah diagung-agungkan sebagai bangsa yang santun, beradab, dan berbudaya? Haruskah negeri ini hancur dan tenggelam ke dalam kubangan dan lumpur korupsi hingga akhirnya loyo dan tak berdaya dalam menghadapi tantangan peradaban?
Berdasarkan fakta ironis semacam itu, masuk akal juga kalau ada yang pernah menggulirkan wacana pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi didasarkan pertimbangan bahwa pemberantasan korupsi mesti dilakukan secara integratif dan simultan yang mesti berjalan beriringan dengan tindakan represif terhadap koruptor. Karena itulah, pendidikan antikorupsi mesti didukung. Jangan sampai timbul keawaman terhadap korupsi dan perilaku koruptif.
Pendidikan antikorupsi perlu dirancang agar menggunakan pijakan multikutural sebagai basisnya karena banyaknya perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun kebudayaan. Dalam model multikulturalisme, masyarakat dilihat sebagai sebuah kepingan unik dari sebuah mosaik besar. Konsep multikulturalisme tidak sama dengan pluralisme. Pluralisme menekankan pengakuan dan penghormatan kepada adanya keragaman budaya dan suku bangsa, juga agama. Multikulturalisme menekankan keanekaragaman dalam persamaan derajat.
Pendidikan antikorupsi berbasis multikultural mengandaikan domain bangsa sebagai arena yang dipenuhi bermacam tipe manusia. Pendidikan antikorupsi berbasis multikultur didasari konsep perbedaan yang unik pada tiap orang. Setiap orang memperoleh peluang pembelajaran sesuai keunikannya. Pendidikan ini dikelola sebagai sebuah dialog, sehingga tumbuh kesadaran dari setiap warga akan pentingnya pemberantasan dan pencegahan korupsi. Sampai tingkat lanjut menumbuhkan kesadaran kolektif, untuk secara bersama memberantas korupsi.
Memang sudah saatnya dunia pendidikan kita disentuh oleh persoalan-persoalan riil yang berlangsung di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Ketika perilaku korupsi sudah demikian mengakar di berbagai lapis dan lini kehidupan masyarakat, sudah seharusnya para siswa didik yang kelak akan menjadi penentu masa depan negeri ini, diperkenalkan dengan masalah-masalah korupsi untuk selanjutnya diajak bersama-sama memberikan sebuah pencitraan bahwa korupsi harus menjadi public enemy yang harus dihancurkan bersama. Para siswa didik perlu tahu betapa berbahayanya perilaku koprusi itu sehingga mereka diharapkan memiliki filter yang amat kuat untuk tidak tergoda melakukan tindakan-tindakan korup.
Persoalannya sekarang, perlukah pendidikan antikorupsi dimasukkan ke dalam kurikulum sebagai mata pelajaran tersendiri? Ya, pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab, sebab jangan sampai kita mengulang bentuk-bentuk indoktrinasi yang cenderung dogmatis seperti yang pernah terjadi pada masa Orde Baru. Penataran P4, misalnya, demikian masif dilaksanakan di segenap lapis birokrasi dan institusi, tetapi kenyataannnya justru pengamalan Pancasila hanya sekadar menjadi sebuah kekenesan dan kelatahan; tanpa merasuk ke dalam roh dan jiwa.
Selain itu, korupsi sebenarnya merupakan persoalan kompleks dan rumit yang mencakup ranah hukum, sosial, ekonomi, politik, budaya, maupun agama. Realitas sosial yang timpang, kemiskinan rakyat yang meluas serta tidak memadainya gaji dan upah yang diterima seorang pekerja, merebaknya nafsu politik kekuasaan, budaya jalan pintas dalam mental suka menerabas aturan, serta depolitisasi agama yang makin mendangkalkan iman, semuanya itu telah membuat korupsi semakin subur dan sulit diberantas, selain karena banyaknya lapisan masyarakat dan komponen bangsa yang terlibat dalam tindak korupsi. Karena itu, dekonstruksi sosial tak bisa diabaikan begitu saja dan kita perlu merancang dan mewujudkannya dalam masyarakat baru yang antikorupsi.
Nah, agaknya akan sia-sia saja pendidikan antikorupsi masuk ke dalam kurikulum pendidikan secara formal kalau tidak diimbangi dengan proses dekonstruksi sosial secara simultan. Berbagai komponen masyarakat perlu menjadikan perilaku korupsi ini sebagai tindakan paling “bangsat” yang bisa menyengsarakan hajat hidup rakyat banyak. Supremasi hukum harus jalan. Para pengemplang duwit rakyat yang nyata-nyata terbukti korupsi harus dikerangkeng di penjara untuk menimbulkan efek jera. Seiring dengan itu, para siswa didik juga perlu diajak berdialog dan mengikuti proses pembelajaran secara terbuka dan interaktif melalui pemaparan perilaku korupsi dan dampaknya bagi masyarakat luas. Dengan cara begitu, perilaku antikorupsi dengan sendirinya akan masuk ke dalam ranah nurani dan jiwa siswa didik sehingga kelak mereka benar-benar menjadi generasi masa depan yang bersih dan berwibawa. Jadi, tidak perlu lagi diformalkan ke dalam kurikulum. Nah, bagaimana? ***

Kamis, 14 Mei 2009

Fwd : Posting MGMP Bahasa Indonesia (1)

MGMP BAHASA INDONESIA SMP

Lomba Kreativitas Ilmiah Guru Ke-17 Tahun 2009 LIPI - PT AJB Bumiputera 1912
Posted: 13 May 2009 11:03 AM PDT
Deadline: 19 Juni 2009
“Kreativitas Ilmiah Guru untuk Meningkatkan Kualitas Dan Kemandirian Siswa”
Tingkat dan Bidang LombaGuru SD: umum (salah satu pelajaran)Guru SMP/sederajat dan SMA/sederajat : 2 Bidang(Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan dan Bidang Matematika,Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi)
HadiahUang pembinaan, Piala, Piagam Penghargaan dan Polis Asuransi BumiputeraHadiah I : Rp 8.000.000,- (Delapan Juta Rupiah)Hadiah II : Rp 7.000.000,- (Tujuh Juta Rupiah)Hadiah III : Rp 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah)
Persyaratan
1. Sistematika : Abstrak, Pendahuluan, Metodologi, Isi/Pembahasan,Kesimpulan dan Daftar Pusaka2. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, diketik HVS A4, berjarak 1 ½ spasi dengan jenis huruf Arial ukuran 11.3. Karya ilmiah harus asli (bukan jiplakan/plagiat) dan belum/sedangdiikutsertakan dalam lomba sejenis tingkat nasional.4. Karya ilmiah paling banyak 25 halaman (termasuk sketsa/gambar/ foto)5. Melampirkan rekomendasi Kepala Sekolah dan Riwayat Hidup serta mencantumkan alamat dan nomor telepon/fax kantor/rumah/ HP yang mudah dihubungi.6. Karya ilmiah sebanyak 4 eksemplar (1 asli, 3 fotocopy) diterima panitia paling lambat tanggal 19 Juni 20097. Pada pojok kiri atas sampul ditulis tingkat dan bidang lomba yang diikuti8. Karya ilmiah dan alat peraga yang diperlombakan menjadi milik panitia9. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat
Tempat: Jakarta
Waktu Penyelenggaraan12 Juli 2009 : Registrasi Peserta13 Juli 2009 : Presentasi14 Juli 2009 : Field Trip & Malam Penganugerahan Pemenang15 Juli 2009 : Kepulangan Peserta
Panitia LKIG Ke-17 Tahun 2009Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan IPTEK LIPISasana Widya Sarwono Lt.VJl. Jend. Gatot Subroto 10Jakarta Selatan 12710Telepon 021-52920839/ 021-5225711 Psw. 273, 274, dan 276Fax. 021-52920839/ 021-5251834www.lipi.go.id

Fwd : Arsip Pembelajaran dan Pemelajaran

Arsip bacaan kutipan dari posting :

Pembelajaran dan Pemelajaran
17:44:11 05/03/2007 109 pembaca
Pembelajaran dan Pemelajaran
Anton M. Moeliono - Kompas, 26 Juli 2003

Dewasa ini orang banyak memakai kata pembelajaran sebagai padanan istilah bahasa Inggris learning. Apakah pembelajaran itu memang mengacu ke perbuatan atau proses belajar? Sebagai bandingan, marilah kita perhatikan beberapa bentuk yang sejajar. Akan jelas nanti apakah kita taat asas dalam penerapan kaidah bahasa, atau justru menyimpang.
Tugas menteri pemberdayaan perempuan ialah memberdayakan kaum wanita. Pemberangkatan calon haji mengacu ke usaha memberangkatkan jemaah itu. Pemberhentian karyawan yang mbalelo bermaksud tindakan memberhentikan pegawai yang membangkang itu. Ada pertalian makna antar nomina dan verba yang berimbuhan itu. Nomina berimbuhan yang berbentuk pember-an menyebabkan atau menjadikan sesuatu yang dinyatakan oleh verba yang berimbuhan member-kan. Pemberdayaan berarti menyebabkan atau menjadikan berdaya. Pemberangkatan berarti menyebabkan atau menjadikan berangkat. Pemberhentian menyebabkan atau menjadikan berhenti.
Menurut pola tadi, pembelajaran harus ditafsirkan ‘menjadikan atau menyebabkan belajar’. Tentu saja yang belajar itu orang, bukan maujud (entity). Yang tidak bernyawa. Menurut sejarah pembentukannya memang itu yang dimaksudkan.
Istilah pembelajaran mula-mula muncul di kalangan ahli pendidikan IKIP Jakarta yang ingin membedakan teaching dari instruction. Karena teaching dianggap berorientasi kepada guru, sedangkan instruction berorientasi kepada pelajar, timbullah gagasan untuk memakai pasangan pengajaran dan pembelajaran. Yang pertama mengacu ke perbauatan mengajar, dan yang kedua mengacu ke tindakan membelajarkan, atau menyebabkan orang belajar.
Jika orang yang mengajar disebut pengajar, maka orang yang membelajarkan akan disebut pembelajar. Dialah yang di dalam bahasa Inggris disebut instructor. Lalu bagaimana kita menyebut orang yang belajar? Tentu saja pelajar. Apakah pelajar sama dengan learner? Rupanya di Indonesia tidak selalu demikian. Ternyata ada kepekaan sosial terhadap hierarki golongan pelajar di antara kita. Ada istilah murid yang mengacu ke pelajar TK dan SD. Ada pelajar yang biasanya merupakan sebutan untuk mereka yang duduk di SLTP, sedangkan siswa dipakai untuk remaja yang belajar di peringkat SMU. Kata mahasiswa menunjuk ke pelajar yang satu tingkat di atas golongan siswa dan mula-mula hanya dipakai untuk orang yang belajar di perguruan tinggi program pendidikan sarjana. Ketika program pascasarjana diresmikan ada peserta yang berkeberatan disebut mahasiswa karena merasa dirinya sudah menjadi sarjana dan bukan mahasiswa lagi. Mungkin kenyataan itu menjadi sebab mengapa diciptakan istilah peserta didik untuk memayungi semua golongan pelajar.
Dengan latar belakang itu juga dapat dipahami mengapa istilah learner dahulu tidak dipadankan dengan istilah pelajar karena medan pengacuannya berbeda. Sebenarnya frasa Inggris teaching-learning process pernah dipadankan dengan proses mengajar-belajar atau proses belajar-mengajar yang tidak menimbulkan salah paham atau protes. Kita juga sudah memadankan distant learning dengan belajar jarak jauh.
Bentuk belajar sebagai salah satu padanan learning rasanya wajar sebagaimana kita juga menyebut mata pelajaran lain dengan bentuk verba, seperti Berhitung, Menulis, Membaca, dan bukan Penghitungan, Penulisan, Pembacaan. Bentuk verba itu rupanya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda – rekenen, schrijven, dan lezen – dan bukan bahasa Inggris. Sekarang masa jayanya untuk bentuk dengan akhiran –ing seperti reading dan writing.
Di samping membelajarkan yang berobyek orang, ada mempelajari yang berobyek barang, bahasa, sifat, dan hal. Jika kita mengikuti paradigma bentuk turunan kata Indonesia, maka pelaku mempelajari ialah pemelajar dan perbuatan atau prosesnya: pemelajaran. Pemelajar dan pemelajaran merupakan padanan alternatif untuk learner dan learning. Sebelumnya kita sudah memakai pemeroleh dan pemerolehan (bahasa) untuk acquisition serta pemercepat dan pemercepatan untuk acceleration.
Selain rangkaian belajar, pelajar, dan pelajaran, perkembangan zaman dan pengalaman menciptakan keperluan untuk paradigma baru. Yang pertama pembelajaran ‘instruction’, dan pembelajar ‘instructor’, dan kedua, pemelajaran ‘learning’ dan pemelajar ‘learner’.
Kita harus berani merevisi salah kaprah.

Fwd : Artikel Pak Deni Kurniawan (1)

Posting Pak Deni Kurniawan (Ketua Agupena Jawa Tengah)

Kiat Praktis Menjadi Penulis
16:23:49 08/10/2007 27 pembaca
Pengirim: deni kurniawan as'ari (202.6.238.2) email: denkuras@plasa.com Barangkali diantara kita pernah mendengar nama Helvy Tiana Rosa, Emha Ainun Najib, Eef Saefullah Fatah, Ahmad Tohari, Ahdiat Kartamiharja, Aa Navis atau barangkali Dawam Raharjo? Mereka semua merupakan sosok penulis Indonesia yang cukup terkenal. Tulisannya sering kita jumpai berupa buku, novel, cerpen atau artikel di surat kabar dan majalah.Konon, mampu menulis itu akan mendatangkan banyak manfaat, baik yang sifatnya moril maupun materil. Ada seorang mahasiswa yang karena berhasil menjuarai lomba karya tulis, bisa melancong ke luar negeri. Ada pula dosen muda yang 'kebeli' mobil dari hasil tulisannya (baca : bukunya best seller), bahkan sebuah artikel saja yang dimuat di surat kabar nasional, honornya bisa mencukupi untuk makan di warung makan sederhana selama satu bulan penuh.Namun yang terpenting adalah, menjadi penulis akan mendapatkan kepuasan batin luar biasa. Apa sebab? Karena buah pikiran, ide gagasan dan unek-unek yang ada di kepala dapat dibaca khalayak dan tentunya bermanfaat bagi sesama. Bukankah ada hadits, ' sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya."Lantas, bagaimana kiat praktis untuk menjadi seorang penulis? Berbicara kiat berarti membahas cara atau strategi yang perlu dilakukan. Berdasarkan literatur dan pengalaman para penulis, ada beberapa kiat yang dapat dilakukan.Pertama, milikilah ambisi bukan hanya sekedar keinginan. Tentu kita setuju bahwa ambisi berbeda dengan hanya sekedar keinginan. Sebuah keinginan saja belum tentu diperjuangkan dengan serius dan konsisten, sedangkan ambisi betul-betul ingin diwujudkan dan dicapai. Dan, untuk mencapai serta mewujudkannya seseorang mau dan siap kerja keras, tekun belajar dan berusaha dengan tidak kenal lelah. Kedua, mulailah menulis sekarang juga (baca : write now. Right away!). Ketika ingin menulis, maka lakukan saja dan jangan ditunda-tunda (diengke-engke). Menulis apa? Ya, apa saja yang memang ingin ditulis. Bisa berupa artikel, cerpen, dongeng, puisi, laporan perjalanan, pengalaman menyenangkan atau menyedihkan dan tulisan lainnya. Ketiga, selesaikan tulisan sampai utuh. Maksudnya, menulis jangan setengah-setengah, akan tetapi semua yang ada di pikiran, betul-betul mewujud, tumpah ruah dalam sebuah karya tulis. Bukan berarti, tidak boleh istirahat atau makan dulu, namun upayakan tuntaskan dari awal hingga akhir. Keempat, jangan malas untuk merevisi. Terkadang ini adalah penyakit penulis terutama penulis pemula. Perlu disadari bahwa menulis itu tidak bisa langsung jadi, seperti halnya membuat kue terkecuali bagi penulis kawakan. Maka, bagi penulis pemula, revisi menjadi keniscayaan (sine qua non). Baca –renungkan tulisan kita. Isi tulisan dikaji lagi, kalau kurang ditambah, kalau lebih dikurangi. Begitu pun redaksional kalimat/kata yang kurang tepat diedit kembali. Boleh juga bahkan dianjurkan untuk minta masukan/kritikan orang lain tentang tulisan tersebut, sehingga lama-kelamaan akan bertambah baik. Intinya, Jangan alergi dengan kritikan dan harus giat merevisi! Kelima, tumbuhkan dalam diri sikap konsisten (istiqomah). Jangan sampai ketika mengalami kesulitan, lantas putus asa dan tidak mau mencoba lagi. Kalau belum berhasil coba lagi, coba lagi dan coba lagi. Ingat Thomas Alfa Edison? Ketika percobaan bola lampu, berapa ratus atau berapa ribu kali dia gagal? Setiap mengalami kegagalan, dia mencoba lagi dan terus mencoba lagi. Begitu pun penulis pemula, ketika belum berhasil coba lagi. Ada baiknya memiliki semacam target yang jelas ketika menulis. Keenam, berlatih dan teruslah berlatih. Untuk langkah ini bisa menggunakan berbagai sarana seperti buku harian, agenda kerja, coretan kecil dan yang lainnya. Ungkapkan segala perasaan baik sedih maupun gembira, laporan perjalanan, hasil pengamatan, pengalaman belajar atau mengajar dan aktifitas lain. Semua itu secara tidak langsung akan membantu dalam meningkatkan kemampuan menulis. Ketujuh, perbanyak membaca. Jadikan membaca sebagai kebutuhan. Tidak dipungkiri bahwa seseorang yang mampu menulis karena memiliki wawasan dan pengalaman. Untuk meningkatkan wawasan maka membaca menjadi keharusan. Membaca buku, kitab, majalah atau surat kabar. Ada baiknya juga untuk ajang latihan, membaca dan memperhatikan hasil karya tulis orang lain berupa artikel, cerpen, dongeng dsb. Perlu juga membaca alam sekitar/lingkungan sosial yang terjadi sehingga akan menambah ketajaman ketika menulis. Jangan harap bisa menulis kalau malas membaca. Kedelapan, ikuti kursus dan pelatihan jurnalistik. Kegiatan seperti ini akan sangat membantu untuk menguasai teori menulis. Misal, bagaimana cara menulis sesuai kaidah bahasa, membuat karya ilmiah, menuangkan ide gagasan, menentukan tema dan sejumlah teori lainnya. Kesembilan, miliki berbagai litetatur atau koleksi buku tentang menulis. Manfaatnya untuk menambah wawasan dan lebih familiar dengan dunia tulis menulis. Kesepuluh, publikasikan hasil karya tersebut. Ketika tulisan telah selesai maka sesederhana apapun, perlu dipublikasikan. Langkah ini dapat memanfaatkan mading, buletin, lomba bahkan bila memungkinkan dikirim ke majalah atau surat kabar. Jangan lupa minta masukan/koreksi dari redaksi. Perlu dingat kalau belum dimuat jangan kecewa dan putus asa. Coba lagi terus.Demikianlah sepuluh kiat sederhana untuk menjadi seorang penulis. Pada akhirnya keberhasilan kita tergantung sejauhmana ambisi dan usaha yang dilakukan. Selamat mencoba dan semoga sukses.

An. Agupena Cabang Purworejo mengucapkan terima kasih kepada Pak Deni Kurniawan As'ari

Fwd : Artikel Mas Didik (3)

Arsip bacaan posting nukilan dari Didik Komaidi (3)

Menulis Buku
19:11:29 15/05/2007 54 pembaca
Pengirim: Didik Komaidi (202.149.81.114) email: d.komaidi@plasa.com Menulis BukuSebenarnya menulis buku sama dengan menulis tulisan-tulisan lain selain buku. Perbedaannya terletak pada masalah kemasan dan tingkat ketebalan atau panjang-pendeknya, stamina atau energi yang dibutuhkan. Seperti menulis artikel, bedanya buku ditulis lebih panjang dan lebih tebal halamannya sementara artikel lebih pendek. Kalau artikel cukup empat halaman sampai delapan halaman, tidak terlalu mendalam karena keterbatasan tempat, tetapi buku tentu saja lebih dari itu, halaman lebih panjang, kajian lebih mendalam. Sebab, kalau tulisan itu terlalu tipis dibuat buku malah rugi sampulnya. Iya kan? Setelah itu, buku apa yang ditulis? Fiksi atau nonfiksi? Pilihan fiksi dan nonfiksi juga mempengaruhi cara pembuatan dan pengumpulan data-datanya. Kalau menulis fiksi, kita tidak terlalu membutuhkan buku referensi, cukup dengan pengalaman masa lalu kita kadang sudah cukup, sementara kalau menulis buku nonfiksi harus mencari buku referensi, informasi atau data tambahan yang lebih lengkap. Sebab, fiksi adalah tak nyata, tetapi nonfiksi adalah kenyataan yang perlu data dan fakta. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan, menulis fiksi juga memerlukan referensi buku, bahkan riset (penelitian lapangan) agar bisa lebih memperjelas si penulis untuk mengungkapkan ide ceritanya. Misalnya, menulis cerita (novel) tentang buruk pabrik, kita perlu riset dengan mendatangi pabriknya, mewancarai para buruh, melihat bagaimana mereka bekerja, bagaimana kehidupan sehari-hari mereka, kalau perlu bergaul dan hidup bersamanya dalam jangka waktu tertentu untuk memperdalam wawasan si penulis terhadap dunia buruh dan perburuhan. Dengan data dan riset yang mendalam tentu hasilnya berbeda dengan suatu karya yang tidak digarap secara serius dan mendalam.Langkah-Langkah Menulis BukuSetidaknya, ada delapan langkah dalam menulis buku. Ini hanya sekedar contoh (patokan) anda bisa merubahnya, memperpendek atau memperpanjang demi kebaikan hasilnya nanti.1. Mencari ide, inspirasi, gagasan. Ide, inspirasi, atau gagasan ini sebenarnya tak jauh beda artinya, atau bahkan hanya persamaan saja. Untuk sementara anggap saja sama. Ide adalah penggerak pertama bagi seseorang untuk bertindak. Kalau tidak muncul ide, orang hanya diam, tak tahu apa yang akan dikerjakan. Bagaimana mencari ide? Bisa lewat membaca apa saja, melihat kejadian sekitar, melihat lingkungan sekitar, atau sambil memancing, jalan-jalan, dan sejenisnya. Dengan cara ini, barangkali akan memancing ide muncul. Kalau tidak muncul, ya anda harus menciptakan ide. Ide jangan ditunggu, tetapi ia harus dicari atau harus dibuat sendiri. Harus begitu, kalau tidak, kita tidak akan pernah menemukan ide.2. Mencatat ide yang muncul. Ide-ide yang muncul harus segera anda tangkap dan diikat. Bagaimana mengikatnya? Bawalah catatan atau buku kecil yang bisa anda bawa ke mana pergi sekaligus polpen atau potlot. Sehingga sewaktu ide muncul segera tulis di buku catatan, kalau nunggu pulang ke rumah, anda bisa lupa karena kelelahan lalu tidur ngorok. Ide yang berharga itu bisa hilang. Sejelek ide apa pun tulislah, apa-apa yang muncul catat, barangkali suatu saat akan sangat berguna. Buku catatan ibarat kitab suci yang bisa memberi kita arahan, koleksi ide.3. Masa Inkubasi. Muncul ide dan mencatat dalam proses waktu akan mengalami masa inkubasi atau pematangan. Biasanya ide untuk berbuat sesuatu, pada awal biasa saja lama kelamaan seolah-olah mau meledak dan ibarat bayi minta dilahirkan. Inkubasi adalah masa pematang dari mentah menuju pematangan dan minta dilahirkan menjadi suatu karya.4. Studi materi. Setelah itu lakukan studi atau kajian terhadap ide dan materi yang ada. Misalnya, data-data atau buku yang berkait dengan materi yang akan kita tulis, itu harus dibaca, dipahami, ditelaah, sehingga kita semakin paham dan menguasai apa yang akan kita tulis. Sehingga kita punya gambaran atau peta pemikiran tentang tulisan yang akan kita tulis.5. Proses penulisan. Setelah kita melakukan studi awal dan kita punya gambaran umum tentang apa yang kita tulis, maka kegiatan selanjutnya adalah menulislah dengan penuh semangat dan gairah. Tulislah apa yang pikiran anda dengan apa adanya, jangan perbaiki dulu, pokoknya menulis dengan emosi, setelah selesai tulisan itu, baru perbaikilah dengan pikiran. Ini adalah sebuah pendekatan tentang penggunaan otak kanan, jadi menulislah dengan emosi, lalu perbaikilah tulisan itu dengan nalar atau pikiran.6. Pengendapan. Setelah tulisan selesai untuk sementara biarkan dulu beberapa saat. Misalnya biarkan tulisan anda satu hari, setelah itu cobalah baca dan telaahlah, dengan sudut pandang orang baru, sehingga kita akan membaca tulisan kita secara obyektif sehingga bisa menemukan baik kelebihan maupun kelemahan.7. Pembacaan kembali dan revisi. Setelah pengendapan, lakukan pembacaan dan revisi. Baca adakah kelemahan, kesalahan ketik atau kesalahan konsep, lalu perbaiki/revisi apa yang salah itu. Sempurnakan apa yang salah menjadi benar. Sehingga tulisan akan semakin sempurna.8. Penawaran ke media massa atau penerbit. Setalah tahap demi tahap dilalui, maka kegiatan selanjutnya adalah menjual karya itu. Tulisan itu bisa dikirim atau ditawarkan ke penerbit untuk dipertimbangkan agar bisa diterbitkan menjadi buku. Atau kalau tulisan itu berupa novel bisa pula ditawarkan dulu ke media massa untuk dimuat secara bersambung di majalah atau koran. Untuk penawaran naskah, anda harus menyesuikan jenis naskah anda dengan penerbit atau media massa yang akan anda tawari. Naskah sastra bisa ditawarkan ke majalan sastra, kalau naskah pertanian bisa dikirim ke majalah pertanian. Jadi harus disesuikan antara jenis naskah dengan media massa atau penerbit yang dituju. Kalau semua penerbit atau media massa belum mau memuat naskah anda, tetapi anda yakin dengan naskah anda dan anda punya cukup dana, bisa saja naskah anda terbitkan sendiri. Tanpa campur tangan penerbit lain. Siapa tahu, naskah tersebut bisa juga meledak di pasaran. Kemungkinan selalu ada dalam dunia penulisan. Didik Komaidi, penulis Buku B-love dan D-love (2007) dan Santri Lelana (2006), guru Bahasa Arab MAN 2 Wates dan Ketua Bidang Pelatihan Agupena Wilayah DIY.

Fw : Artikel Mas Didik (2)

Arsip bahan bacaan untuk AGUPENA Cabang Purworejo

Proses Kreatif Menulis
19:12:15 15/05/2007 53 pembaca

Pengirim: Didik Komaidi (202.149.81.114) email: d.komaidi@plasa.com Proses Kreatif MenulisApa sih proses kreatif itu? Ia adalah suatu proses bagaimana sebuah gagasan lahir dan diciptakan oleh seorang penulis menjadi sebuah karya tulis. Misalnya, bagaimana muncul inspirasi tulisan. Lalu bagaimana inspirasi itu mengendap dalam pikiran seorang penulis. Dan bagaimana inspirasi itu dituangkan dalam tulisan? Bagaimana menulis sehingga menjadi sebuah karya dimuat oleh sebuah penerbitan. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang berkait dengan proses kreatif. Menulis, menurut Jakob Sumarjo dalam Catatan Kecil Menulis Cerpen (1997), merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan. Banyak yang melakukannya secara spontan, tetapi juga ada yang berkali-kali mengadakan koreksi dan penulisan kembali. Sebuah karya, artikel misalnya, bisa ditulis dalam waktu sekitar satu jam, tetapi bisa juga berhari-hari baru selesai. Potensi dan tabiat orang memang tidak sama, dan itu wajar. Namun dalam kerja menulis baik cepat maupun lamban, selalu mengalami apa yang disebut proses kreatif yang hampir sama. Menurut William Miller seperti dikutip Jakob Sumarjo, berdasar berbagai pengalaman penulis terkenal proses kreatif seorang penulis mengalami beberapa tahap. Pada dasarnya terdapat empat tahap proses kreatif menulis.Pertama, adalah tahap persiapan. Dalam tahap ini seorang penulis telah menyadari apa yang dia tulis dan bagaimana ia akan menuliskannya. Apa yang akan ditulis adalah munculnya gagasan, isi tulisan. Sedang bagaimana ia akan menuangkan gagasan itu adalah soal bentuk tulisannya. Soal bentuk tulisan inilah yang menentukan syarat teknis penulisan. Gagasan ti akan ditulis dalam bentuk artikel atau esei, dalam bentuk cerpen, atau bentuk lainnya. Dengan demikian yang pertama muncul adalah sang penulis telah mengetahui apa yang akan ditulisnya dan bagaimana menuliskannya. Munculnya gagasaan sepeerti ini memperkuat si penulis untuk segera memulainya atau mungkin jugaa masih diendapkannya.Kedua, tahap inkubasi. Pada tahap ini gagasan yang telah muncul tadi disimpannya dan dipikirkannya matang-matang, dan ditunggunya waktu yang tepat untuk menuliskannya. Selama masa pengendapan ini biasanya konsentrasi penulis hanya pada gagasan itu saja. Di mana saja dia berada dia memikirkan dan mematangkan gagasannya. Di sela-sela pekerjaannya, ketika mandi, ketika buang air, ketika menunggu bus kota, gagasan itu selalu dipikirkannya. Munculnya anak-anak gagasan baru, ada yang bagus ada yang tidak bagus, ada yang memperkaya gagasan semula atau menambah kedalaman gagasan semula. Tahap ini ada yang merenungkannya selama berhari-hari atau mungkin berbulan-bulan dan si penulis merasa belum sreg benar untuk dituangkan dalam bentuk tulisan. Dan sikap rata-rata penulis memang membiarkan ide atau gagasan itu membentuk dirinya di bawah sadar, sampai tiba saatnya "hamil besar" gagasan itu siap dituliskan. Dan kalau saat itu tiba, biasanya semuanya mengalir begitu deras dan lancar. Miller menasehati: jangan paksa dirimu melahirkan sebelum waktunya tiba. Jangan menentukan deadline! Biarkan saja masa inkubasi ini berlangsung secara wajar. Inilah sebabnya karya-karya pesanan seringkali seteengah matang lantaran si penulisnya dipaksa melahirkan sebelum "kehamilan gagasannya" menjadi cukup matang.Ketiga, saat inspirasi. Inilah saat kapan bayi gagasan di bawah sadar sudah mendepak-depakkan kakinya ingin keluar, ingin dilahirkan. Datangnya saat ini tiba-tiba saja. Inilah saatnya "Eureke" yakni saat yang tiba-tiba seluruh gagasan menemukan bentuknya yang amat ideal. Gagasan dan bentuk ungkapnya telah jelas dan padu. Ada desakan kuat untuk segera menulis dan tak bisa ditunggu-tunggu lagi. Kalau saat inspirasi ini dibiarkan lewat, biasanya bayi gagasan akan mati sebelum lahir. Gairah menuliskannya lama-lama akan mati. Gagasan itu sendiri sudah tidak menjadi obsesi lagi. Tahap inkubasi memang tahap yang menggelisahkan.Keempat, tahap penulisan. Kalau saat inspirasi telah muncul maka segeralah lari ke mesin tulis atau komputer atau ambil bolpoin dan segera menulisnya. Keluarkan segala hasil inkubasi selama ini. Tuangkan semua gagasan yang baik atau kurang baik, muntahkan semuanya tanpa sisa dalaam sebuah bentuk tulisan yang direncanakannya. Orang menjadi kesetanan menulis dan menulis. Lupa makan dan lupa tidur. Semuanya berjejalan ingin segera dituliskan. Bukanlah kran jiwamu sebesar-besarnya. Jangan pikirkan mengontrol diri dulu. Jangan menilai mutu tulisanmu duhulu. Itu nanti pada tahap berikutnya. Rasio belum boleh bekerja dulu. Bawah sadar dan kesadaran dituliskan dengan gairah besar. Hasilnya masih suaatu karya kasar, masih sebuah draft belaka. Spontanitas amat penting di sini. Kelima, adalah tahap revisi. Setelah "melahirkan bayi" gagasan di dunia nyata ini berupa tulisan, maka istirahatkanlah jiwa dan badan anda. Biarkan tulisan masuk laci untuk sementara. Kalau saat-saat dramatis melahirkan telah usai dan otot-otot tak kaku lagi, maka bukalah laci dan baca kembali hasil tulisan kasar dulu itu. Periksalan dan nilailah berdasarkan pengetahuan dan apresiasi yang anda miliki. Buanglah bagian yang dinalar tak perlu, tambahkan yang mungkin perlu ditambahkan. Pindahkan bagian atas ke tengah atau bawah atau sebaliknya. Potong, tambal dan jahit kembali berdasarkan rasio, nalar, pola bentuk yang telah diapresiasi dengan baik. Di sinilah disiplin diri sebagia penulis diuji. Ia harus mengulangi menuliskannya kembali. Inilah bentuk tulisan terakhir yang dirasa telah mendekati bentuk idealnya. Kalau sudah mentap, boleh diminta orang lain buat membacanya. Kritik orang itu boleh untuk bahan penilaian, tetapi jangan sampai membuat kamu terpuruk dan stres. Kalau sudah mantap benar, barulah boleh dikirim ke penerbit atau media masa. Hasilnya terserah redaktur. Demikianlah tahap-tahap proses kreatif menulis secara umum. Tiap orang tentu berbeda sesuai pengalaman dan jam terbangnya. Bagi penulis pemula proses kreatif barangkali agak lamban. Tetapi, bagi penulis profesional yang punya jam terbang tinggi, proses kreatif akan berlangsung singkat. Namun, kalau sering dilatih setiap orang akan semakin terampil dan cepat proses kreatifnya dalam melahirkan karya-karyanya. Kalau begitu bagaimana dengan anda? Tentu jawabannya ada pada diri anda sendiri bukan?Didik Komaidi, penulis buku B-Love and D-love (2007) dan Santri Lelana (2006) guru Bahasa Arab MAN 2 Wates Kulon Progo Yogyakarta.

Rabu, 13 Mei 2009

Upaya Meningkatkan Mutu Guru Melalui AGupena

Upaya Peningkatan Mutu Guru Melalui Agupena
http://agupena.org 21:56:20 06/03/2007 1169 pembaca

I. Rasional

Menulis identik dengan berpikir, semakin teratur dan jernih pikiran seseorang, semakin teratur dan jernih pula tulisan yang dihasilkannya. Disisi lain, membaca berarti “mengisi” neuron dengan informasi yamg akan terus melekat hingga seseorang menemui ajalnya. Otak manusia sejatinya adalah kumpulan dari 10 milyar neuron yang tersambung satu sama lain. Neuron menghasilkan reaksi biokimia untuk menerima, memproses dan “memancarulang” informasi yang diterima.
Jika seseorang “malas” membaca, atau membaca bahan bacaan/berita “murahan” itu berarti yang bersangkutan membiarkan neuron-nya “menganggur” kosong tak berisi, atau kalaupun berisi, isinya hanyalah informasi yang tidak memberi nilai tambah bagi produktifitas dan kecerdasannya. Neuron yang kosong membuat pikiran seseorang menjadi “kerdil dan mati suri” akibatnya dapat ditebak pikiran dan pola pikir (mindset) nya tidak teratur dan tidak jernih, kemampuannya dalam menulis pun sama dengan atau mendekati nol! Berangkat dari konteks ini patut kita merenung kenapa ayat pertama dari kitab suci Al Qur’an yang turun adalah; “Iqra bismi rabbika” (bacalah dengan nama tuhanmu) bukan – misalnya - “Ya ayyuhannas ana rabbukum” (Hai manusia aku adalah tuhanmu).

Menulis dan membaca adalah sumber tumbuh dan berkembangnya peradaban. Umat Islam mengetahui dan dapat membaca surah dalam Al Qur’an karena wahyu Allah ini ditulis pada lembaran pelepah kurma, kulit binatang, tulang, dan batu, sebelum kemudian Sayidina Abu Bakar memerintahkan pengumpulan tulisan dalam sebuah mushaf. Dengan membaca Al Qur’an, umat mengetahui apa saja yang diperintahkan Allah, dan apa yang dilarang-Nya, dari sini tumbuh peradaban Islam yang pernah berjaya di abad pertengahan.

Meski belum ada penelitian yang mendalam tentang hal ini, pola pikir kebanyakan orang Indonesia dapat dikatakan “kacau”. “Kekacauan” ini lebih disebabkan tidak tumbuhnya budaya membaca dan menulis sebagai akibat proses pembodohan yang dilakukan oleh kolonialisme dan kroni-kroninya selama berabad-abad.
Pembuktian tentang “kekacauan” berpikir dapat dilihat dari biasnya seseorang atau kelompok orang dalam melihat masalah. Banjir besar yang melanda Jakarta pada Februari 2007 disebut sebagai “banjir lima tahunan”, padahal masalah banjir adalah masalah air yang selalu mencari tempat yang rendah yang sering disebut dengan; Daerah Aliran Sungai (DAS), sementara DAS yang menjadi “hak” nya air sudah diisi dengan segala macam bangunan beton.

Bukti lain. Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), untuk aspek kognitif (pengetahuan), pada kolom indikator secara umum para guru lebih sering menulis; Siswa mengetahui, Siswa memahami, dan Siswa mampu melakukan atau menerapkan. Mengetahui, Memahami, dan Menerapkan adalah kognitif level rendah. Kalau hanya ini yang diberikan pada siswa, sama halnya guru hanya akan (maaf) mencetak muridnya menjadi kuli pabrik! Menjadi pekerja dengan mental pekerja. Lebih jauh, kalau kita mencermati buku-buku pelajaran yang ada, akan terlihat bahwa aspek kognitif yang dimunculkan tetap berputar-putar pada; Mengetahui, Memahami, Menerapkan!

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, aspek koginitif dalam pembelajaran terdiri dari kompetensi

Pengetahuan; yaitu kompetensi untuk mengingat atau mengenal kembali bahan-bahan yang telah dipelajari,misalnya istilah-istilah,fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dasar, cara-cara dan prosedur-prosedur,

Pemahaman; kompetensi untuk memberi makna, menginterpretasikan dan menjelaskan kembali apa-apa yang telah dipelajari dengan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan orang lain serta kompetensi mengeksplorasi fakta, konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajarinya,

Penerapan; kompetensi untuk menerapkan konsep, hukum-hukum dan teori-teori dalam situasi yang nyata dan atau membuat sesuatu dengan mengacu pada konsep,hukum dan teori yang telah dipelajari,

Analisis; kompetensi untuk menjabarkan atau menguraikan unsur-unsur-unsur yang menyebabkan timbulnya masalah,

Sintesis; kompetensi memadukan beberapa teori, konsep dan hukum menjadi sesuatu yang baru,


Evaluasi; kompetensi untuk menilai suatu pernyataan, pendapat, pekerjaan atau laporan penelitian berdasarkan pada data, konsep dan teori yang ada.

Aspek Afektif, terdiri dari kompetensi
Menerima; semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain,
Menanggapi; reaksi yang diberikan seseorang terhadap rangsangan yang datang dari luar,
Menilai; kompetensi merekam dan menyeleksi nilai-nilai yang terkandung pada rangsangan yang datang dari luar termasuk di dalamnya kesediaan dan kompetensi menerima nilai-nilai yang baru,
Mengorganisasi; mengembangkan dan mengaitkan suatu nilai (dan konsep yang terkandung didalamnya) dengan nilai yang lain dan memasukkannya ke dalam sistem organisasi,
Mewatak; keterpaduan tata nilai yang ada sehingga mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku seseorang.
Aspek Psikomotorik, terdiri dari kompetensi:
Meniru; kompetensi untuk meniru, misalnya mengerjakan kembali apa yang telah dikerjakan oleh guru,
Menyusun; kompetensi untuk menyusun, memasang atau menata ulang kembali komponen/perangkat yang tadinya terpisah menjadi satu kesatuan, misal: memasang kembali suku cadang mesin sepeda motor pada tempatnya semula sehingga menghasilkan mesin motor yang utuh,
Melakukan dengan Bimbingan; kompetensi melakukan suatu pekerjaan dengan bimbingan,
Melakukan dengan baik; kompetensi melakukan pekerjaan dengan hasil yang berkualitas baik,
Melakukan dengan sangat baik; kompetensi untuk melakukan pekerjaan dengan sangat baik.

Idealnya ketiga ranah (domain) pembelajaran (Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) ini di dalam penulisan silabus atau modul bahan ajar muncul seimbang. Kenyataannya, ketidak mampuan guru memaknai kosa kata yang terkait dengan ketiga ranah ini (sekaligus menerapkannya dalam proses pembelajaran) membuat silabus dan modul bahan ajar yang dihasilkan kurang mengenai sasaran, dengan demikian dapat ditebak, yang dihasilkan sebagian besar guru, (sekali lagi maaf) adalah generasi pekerja, bukan generasi yang mampu menciptakan pekerjaan, karena mampu berpikir teratur dan jernih, mampu berpikir dengan pola pikir konseptual, manajerial dengan sendirinya memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melihat masalah, memilah masalah, dan memecahkan masalah.

Pada sisi lain, Undang-undang no.20/2003 tentang pendidikan menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 menyatakan : Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Pada butir a, b, dan d pada kelompok mata pelajaran dari kurikulum yang ditetapkan pemerintah ini kita dapat melihat betapa besar peluang guru penulis yang menulis karya-karya fiksi, dalam bentuk novel, puisi, essay, atau cerpen, membantu pemerintah mewujudkan SDM yang berkualitas, karena para guru penulis ini dapat memasukkan nilai-nilai agama, akhlak mulia, kebangsaan, kepribadian, dan estetika ke dalam karya-karyanya.
Berangkat dari aspek rasional di atas, sungguh sangat tepat gagasan yang dilontarkan oleh Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK)-Depdiknas, Bapak Doktor Fasli Jalal pada tanggal 28 Nopember 2006 tentang pentingnya para guru penulis yang menjadi juara lomba penulisan bahan bacaan-Pusbuk-Depdiknas 2006 membentuk Asosiasi Guru Penulis di tingkat pusat dan propinsi. Gagasan Dirjen tentu bukan tanpa alasan. Menulis sama dengan berpikir, tugas Asosiasi Guru Penulis adalah mengajak para rekan guru agar mau menulis dan membaca, sehingga memiliki kualitas berpikir dan kemampuan berpikir yang ”mumpuni” yang bermuara pada kemampuan mencetak tamatan yang mampu berpikir dengan pola pikir konseptual, manajerial. Tidak hanya sekedar berpikir sebatas kemampuan berpikir seorang tukang !
II. Visi, Misi

Visi

Melalui kegiatan menulis dan membaca membimbing dan mendidik anak didik, menjadi manusia yang cerdas, aktif, kreatif, beriman dan bertaqwa, dan memiliki pola pikir yang cerah dan teratur.

Misi

Merujuk pada aspek rasional (butir I), misi Agupena dapat dibagi menjadi dalam dua aspek, yaitu:


Aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Olah raga, dan Kesehatan yang diisi dengan butir-butir kegiatan, antara lain

Pelatihan Penulisan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
Pelatihan Penulisan Rencana Program Pembelajaran (RPP),
Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah (buku pelajaran, makalah) yang terkait dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Olah raga dan kesehatan,
Pelatihan Penulisan Modul Bahan Ajar,
Penerbitan jurnal ilmiah,
Pelatihan menulis bagi siswa,
Lomba menulis dan membaca bagi guru dan siswa,
Dan lain-lain yang terkait dengan kegiatan menulis dan relevan dengan tujuan pendidikan nasional dan pengembangan profesi guru.

Agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, dan estetika

1. Pelatihan Penulisan karya ilmiah yang terkait dengan Agama dan Akhlak Mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, dan estetika,
2. Pelatihan Penulisan karya sastra (fiksi/non fiksi) dalam bentuk novel, puisi, cerpen, dan essay,
3. Pelatihan menulis karya sastra bagi guru dan siswa,
4. Penggalakan dan pemberdayaan majalah dinding sekolah dalam rangka membangun logika siswa lewat membaca dan menulis,
5. Dan lain-lain yang terkait dengan kegiatan menulis dan relevan dengan tujuan pendidikan nasional dan pengembangan profesi guru.
III. Penutup
Setiap perbuatan berawal dari niat atau motivasi. Innamal a’malu bin niat, demikian sabda sang Rasul akhir zaman.
Jika sesorang benar-benar berniat ingin pintar menulis, niat itu akan diwujudkannya dengan perbuatan dalam bentuk menulis dan menulis. Salah? Coba lagi! demikian seterusnya. Jika ini terjadi insya Allah tidak akan didapati situasi seperti saat ini di mana ratusan ribu guru dengan golongan IVA lebih dari empat tahun tetap berada dalam golongan IVA karena tidak mampu memenuhi persyaratan menulis karya ilmiah. Wallahuaalam.

Ref :

http://www.yayan.com
http://www.virtualventures.ca
http://suryaningsih.wordpress.com
Sumber-sumber lain.